Senin, 27 Juni 2011

0 Tuah (Bertuah)

-->
Ia sudah tidak sabar lagi atas apa yang dilakukan ”gurunya. Tapi sudah terlanjur janji, bahwa ia akan bersabar. Dua kali pula ia melanggar janji itu,
“jika aku bertanya kepadamu tentang sesuatu setelah ini, maka jangan lagi engkau memperbolehkan aku menyertaimu, sesungguhnya engkau cukup bersabar menerima alasan dariku”(QS 18:76)
Penegasan ini menjadi ikrar akan kesempatan yang ia minta. Ia ingin menguji dirinya antara keingintahuan, ketergesaan dan kesabaran. Tapi watak berbicara lain. Meski ia termasuk kelompok orang-orang mulia diantara manusia-manusia pilihan. Tetap saja ia adalah anak bangsanya. Fitrah itu tetap menjadikannya manusia, meski ada nilai istimewa dibandingkan manusia lain dari bangsanya. Mari kita lihat, bagaimana ia kalah dengan kesabarannya,
Maka keduanya berjalan; hingga ketika keduanya sampai kepada penduduk suatu negeri, mereka berdua minta dijamu oleh penduduknya, tetapi mereka tidak mau menjamu mereka, kemudian keduanya mendapatkan dinding rumah yang hampir roboh, lalu ia menegakkannya. Dia berkata, “jika engkau mau, niscaya engkau dapat meminta imbalan untuk itu”.(QS 18:77)
Inilah saat terakhir yang menjadi kesabarannya. Cukup sudah. Titik itu sudah sampai. Dan saatnya hikmah menjadi salam pemisah pertemuan itu. Kesabaran menemukan maknanya dengan simpul hikmah. Nilai itu sepadan. Sabar terbayar dengan hikmah...
“inilah perpisahan antara aku dengan engkau;aku akan memberikan penjelasan kepadamu atas perbuatan yang engkau tidak mampu sabar terhadapnya”(QS 18:78)
Dan adapun dinding rumah itu adalah milik dua anak yatim dikota itu, yang dibawahnya tersimpan harta bagi mereka berdua, dan ayahnya seorang yang saleh. Maka Tuhanmu menghendaki agar keduanya sampai dewasa dan keduanya mengeluarkan simpanan itu sebagai rahmat dari Tuhanmu….(QS 18:82)
Pada titik ini hikmah telah manapakkan wajah aslinya. Pancaran nilai kebenaran. Hikmah menjadi kokoh dengan kebenaran. Dan kebenaran adalah Tangan Tuhan atas eksistensi-Nya di dunia. Tanpa kebenaran Tuhan telah ditiadakan. Tanpa kebenaran dunia tidak lagi menjadi dunia. Manusia tidak lagi menjadi manusia. Tapi hanya sekumpulan jasad yang saling tikam untuk pemuasan nafsu mereka.
Tuah adalah sabar-hikmah-kebenaran. Kata Rumi dalam puisinya,
Jika engkau belum mempunyai hikmah, hanyalah prasangka,
maka milikilah prasangka yang baik tentang Tuhan.Begitulah caranya!
Jika engkau hanya mampu merangkak,
maka merangkaklah kepadaNya!Jika engkau belum mampu berdoa dengan khusyuk,
maka tetaplah persembahkan doamu
yang kering, munafik dan tanp
a keyakinan;
kerana Tuhan, dengan rahmatNya

Sabar melahirkan energi pertahanan. Mengokohkan dan menenangkan. Dari energi jiwa, kesabaran menjadi pokok selayak biji yang tumbuh. Setiap siraman energi, menumbuhkan daun yang menjadi tameng dan tunas yang menjadi harapan. Maka sabar adalah syarat yang menjadi tanah bagi persemaian. Terhampar luas. Hitam dan gembur. Oleh karenanya sabar itu ireversibel. Tumbuh yang menumbuhkan, kokoh yang mengokohkan, lembut yang melembutkan. Nilainya adalah separuh iman.
Dan energi siraman itu adalah hikmah. Iman tidak akan kokoh tanpa hikmah. Karena sabar itu sadar. Dan sadar hanya kebohongan tanpa hikmah. Sadar menjadi hidup dengan mata hikmah. Orang-orang yang bodoh tidak akan menemukan jalan sadar. Karena sesungguhnya mereka buta. Tanpa bimbingan, tanpa petunjuk. Maka dengan hikmah, sabar mendapatkan kesejukan air kehidupan. Menjadi kuat dan bertambah kuat. Menjadi satu tiang penyokong kebenaran.
Sedang kebenaran adalah dacin. Menyeimbangkan. Sabar dan hikmah menjadi anak timbangan yang membuat dacin tetap seimbang. Tanpa keseimbangan tidak akan ada dunia. Penjelasan paling sederhana tentang alam semesta adalah keseimbangan. Bumi-matahari-galaksi –alam raya adalah keseimbangan. Tanah-air-cahaya-udara adalah keseimbangan. Cel-jaringan-organ-manusia adalah keseimbangan. Maka sunatullah adalah keseimbangan. Keseimbangan dengan nilai kebanaran. Maka itu menjadi tuah. Karunia bagi semesta. Karunia bagi burung yang terbang diangkasa. Karunia bagi tumbuhan di hutan. Karunia bagi manusia dan peradabannya.
Dan, tuah telah bertuah. Dengan sabar-hikmah-kebenaran, tuah telah menjelma dalam kesalihan. Dan kesalihan itu menjadi bertuah. Kesalihan menjadi tarikan. Tarikan rahmat Tuhan. Dengan campur tangan Tuhan, apalagi yang harus diharapkan? Itu sudah cukup. Tak akan berbilang dalam ruang dan waktu. Tuah kesalihan tidak hanya berlaku pada satu. Satu manusia dan satu waktu. Tapi melintas melewati keduanya. Lihat kembali ayat ini,
Dan adapun dinding rumah itu adalah milik dua anak yatim dikota itu, yang dibawahnya tersimpan harta bagi mereka berdua, dan ayahnya seorang yang saleh. Maka Tuhanmu menghendaki agar keduanya sampai dewasa dan keduanya mengeluarkan simpanan itu sebagai rahmat dari Tuhanmu….(QS 18:82)
Karena kesalihan ayah menjadi tuah bagi anaknya. Bahkan setelah sang ayah tidak lagi hidup. Maka Allahlah yang berkehendak atas tuah kesalihan itu. Lihatlah pula ayat berikut ,
...barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan membukakan jalan keluar baginya.dan Dia memberikan rezeki dari arah yang tak disangka-sangkanya....Dan barang siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia menjadikan kemudahan baginya dalam urusanya... Dan barang siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan menghapus kesalahan-kesalahannya dan akan melipatgandakan pahala baginya. (QS 65: 2-5)
tuah telah bertuah dalam bingkai nilai-nilai keajaiban. Tuah telah menurunkan tuah-tuah lain dari negeri langit. Dan bumi tidak lagi membutuhkan sebab.

0 komentar:

Posting Komentar

 

"serunai hijau," Copyright © 2011 - |- Template created by O Pregador - |- Powered by Blogger Templates