Dua lelaki itu telah bertemu. Tampak bekas-bekas kerinduan yang berangsur memudar. Bagi orang-orang yang memandangnya, keduanya tampak tak ada beda. Baik fisik maupun sifat. Keduanya adalah panutan & pemimpin yang dipercaya. Dan pertemuan itu adalah buncah kebahagian diatas kebahagian yang lain. Pengusiran bangsa penghianat dikhaibar dan pertemuan itu.
“Tak tahulah aku mana yang lebih menggembirakan jatuhnya Khaibar ataukah datangnya Ja‘far?“
…Maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintaiNya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad di jalan Allah,…
(QS. Al-Maidah:54)
Itulah mengapa dalam bahasa tertinggi, perasaan haru adalah bahasa lain dari kelezatan iman yang ada dihati,
tiga perkara yang dengannya seseorang akan merasakan manisnya iman: (1) seseorang yang mencintai Allah dan RasulNya dan tidak ada yang melebihi cinta kepada keduanya; (2) tidak mencintai seseorang/sesuatu kecuali atas dasar cinta kepada Allah; (3) seseorang yang benci kembali kepada kekufuran sebagaimana ia benci jika dilemparkan ke neraka
(Hr. Bukhari dan Muslim)
Begitu nampaknya ekspresi keharuan Rasulullah dengan Ja’far bin Abi Thalib di khaibar adalah makna iman dalam wujud bahasa kasih sayang. Dalam wujud ungkapan pelepas rindu, seperti sebait syair iqbal
Walaupun satu keluarga
Kami tak saling mengenal
Himpunlah daun-daun yang berhamburan ini
Hidupkan lagi ajaran saling mencintai
Ajari lagi kami berkhidmat seperti dulu
0 komentar:
Posting Komentar