Bukit Cahaya
Dalam perjalanan sejarah kenabian, ada saat dimana titik transisi antara masa penyiapan dan masa pentasbihan sebagai seorang nabi. Dalam sirah nabawiyah masa penyiapan ini dimulai pada masa sebelum kelahiran Muhammad hingga masa bi’tsah. Pada masa selanjutnya kita dapati adalah masa kritis dimana saat itulah munculnya rasa kegelisahan yang besar dari Rasulullah yang membuatnya harus berkali-kali berthanuts. Inilah masa transisi. Dan merenung adalah kuncinya. Renungan adalah salah satu metode dalam mencapai titik tahu. Dan itu adalah sarana yang digunakan untuk mendapatkan jawaban atas gejolak jiwa. Kesemua dikemas dalam jiwa yang terkondisi.
Masa penyiapan adalah masa penyucian jiwa tazkiatun nafs, membelah dadanya dan menjaga jiwa sang nabi. Sampai pada saat itu selesai, maka jiwa kenabian menjadi satu akibat yang mesti dimunculkan dari sebuah sebab kondisi. Dan itu muncul dari masyarakat jahiliyah yang bertemu jiwa yang suci. Maka yang muncul adalah kegelisahan jiwa. Keterasingan dalam rumah social. Pada saat itulah pilihan untuk tahanuts adalah jalan terbaik. Jalan terbaik dari pilihan-pilihan yang lain. Namun ada satu pertanyaan penting; dari sekian banyak manusia yang mengalami kondisi yang sama, kenapa hanya Muhammad yang melakukan tahanuts?
Selain jawaban paling tepat adalah kehendak langit, maka dapat dijelaskan bahwa itu sunatullah kontradiksi antara hitam & putih, antara kebenaran & kebatilan. Selalu saja sebutir mutiara akan tetap berkilau & berharga meski di dalam lumpur. Sehingga jiwa yang bersih akan terasing dalam kegelisahan ditengah kejahiliyahan.
Dan masa transisi adalah pencarian yang berubah menjadi klimaks dalam penantian kesabaran. Kesabaran atas penantian jawaban. Itu adalah masa uji. Hingga datang dibukit cahaya itu jibril dengan membawa firman Tuhannya Iqro’… laa qaro’na… hingga akhirnya sampai pada iqra’ bissmirabbika ladzii khalaq. Saat itulah saat paling bersejarah dalam reformasi peradaban mayarakat jahiliyah. Gua yang sempit itu menjadi meluas, seluas jiwa yang melepaskan kegelisahannya. Perbaikan dimulai dari tempat itu, dimulai dari kata itu dan dari seorang individu yang mendapatkan jawaban atas kegelisahannya…
Tempat itu menjadi bercahaya dari masuknya jalan cahaya keimanan…
Maka bukit cahaya ini membelajarkan kita makna perubahan yang berawal dari pengokohan jiwa yang suci dan sejarah tradisi kenabinaan dalam perenungan mencari kebenaran seperti halnya Ibrahim as dan Musa as.
Dia datang padamu dalam kegundahan,
Termenung sendiri dalam kesunyian,
Bermuhasabah atas dirinya,
Berpikir untuk memperbaiki kaumnya,
Dia mengharap kehadiran utusan Rab-nya,
Untuk mendapatkan jawaban permasalahannya.
Dan saat itu tiba. katakanlah “iqro’…”
Maka saat itu mulailah perbaikan
dan dunia akan berubah,
Dimulai dari sini, bukit cahaya….
Jabbal Nur
Jabbal Nur
0 komentar:
Posting Komentar