Namun sebenarnya wujud-wujud ekspresi yang demikian adalah suatu hal yang wajar & tidaklah lebih penting. Karena predikat-predikat itu hanyalah labeling fisik, yang sebenarnya seringkali membuat kita menjadi terlena. Ya, benar. Semua kebiasaan kita untuk menang itu menjadikan kita meremehkan tantangan dan musuh yang ada dihadapan kita. Semestinya ada cukup banyak pelajaran berharga, baik saat menang atau kalah. Semuanya adalah kompetisi. Ada lawan yang harus dihadapi, ada pemenang dan ada yang kalah. Wajar...
... dan masa (kemenangan dan kekalahan) itu Kami pergilirkan diantara manusia (agar mereka mendapat pelajaran);.... (Ali-Imran : 140)
Nilai penting yang semestinya kita pahami, kita mesti menguasai menejemen kekalahan maupun menejeman kemenangan. Dengan terlalu seringnya menang kita hanya memahami tentang menejemen kemenangan (meskipun itu juga butuh dievaluasi kembali), dan melupakan menejeman kekalahan. Mari kita ingat kembali perang uhud, bagaimana Allah mengajarkan kita tentang menejemen kekalahan
Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu Berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.
(Ali-Imran : 159)
Begitulah Al-Qur’an menjelaskan, pertama adalah mengubah sikap respon kita terhadap kekalahan yang terjadi. Kecewa, menyesal itu manusiawi. Itu reaksi sesaat. Tapi itu tidak boleh berlanjut, kita tidak boleh terlarut dalam reaksi itu. Itu hanya akan menjadi beban & mengaburkan kejernihan kita dalam mengambil ibroh dari peristiwa yang ada. Kedua, memberi penyikapan & tindak lanjut terbaik pada setiap pihak. Memaafkan setiap kesalahan yang dibuat. Ini bagian yang tidak kalah penting. Sebab nilai kesatuan, kokohnya barisan itu jadi modal dasar yang jangan sampai hilang. Walaupun kalah, namun jika barisan tetap kokoh dengan kepercayaan yang tetap terjaga maka pekerjaan-pekerjaan selanjutnya akan lebih mudah dihadapi meski berat. Ketiga, mengembalikan segala bentuk hasil sebagai bentuk dari optimalisasi usaha & takdir terbaik yang diberikan Allah. Tidak bisa lepas, bahwa pembari keputusan adalah Allah yang maha tahu yang terbaik. Sehingga sangat penting untuk dapat menerimanya dengan ikhlas & mengembalikan segala urusan kepada-Nya. Dan memohon ampun atas segala kesalahan. Keempat, berhimpun kembali untuk bermusyawarah. Mengevaluasi setiap pelaksanaan yang telah dilakukan, menganalisis kesalahan dan sebab kekalahan. Tidak kalah penting pula, melihat kembali hasil kemenangan yang selama ini telah dicapai. Apakah sudah optimal dalam mendagayagunakannya sehingga dirasakan sisi kemanfaatannya. Karena bukan karena menang kemudian menjadi “pemimpin”. Kemudian menyusun rencana kembali untuk menguatkan amal & menegakkan tiang-tiang pancang yang hampir roboh atau goyang. Kelima, memunculkan tekad, semangat dan optimisme. Ini persoalan mental yang mesti dirubah atau recovery terhadap persepsi kekalahan yang dialami. Memberikan pemaknaan dan mengembalikan orientasi jangka panjang yang mesti dicapai, tidak hanya berhenti sampai disini...
mari kokohkan kembali barisan untuk menyambut amal yang lebih besar. selamat berkarya.
0 komentar:
Posting Komentar