Dua Bukit Yang Ditolak
“ Wahai Muhammad! Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan kaummu terhadapmu. Aku adalah Malaikat penjaga gunung, dan Rabb-mu telah mengutusku kepadamu untuk engkau perintahkan sesukamu, jika engkau suka, aku bisa membalikkan gunung Akhsyabin ini ke atas mereka."
Menggiurkan benar tawaran malaikat penjaga gunung. Kekecewaan yang dialaminya, kesedihan yang dirasakannya & luka berdarah yang menyakitkan, semestinya menjadi pendorong kuat untuk menerima tawararan itu. Dari ungkapan ketidakberdayaannya,
"Ya, Allah kepada-Mu aku mengadukan kelemahanku kurangnya kesanggupanku, dan kerendahan diriku berhadapan dengan manusia. Wahai Dzat Yang Maha Pengasih ladi Maha Penyayang. Engkaulah Pelindung bagi si lemah dan Engkau jualah pelindungku! Kepada siapa diriku hendak Engkau serahkan? Kepada orang jauh yang berwajah suram terhadapku, ataukah kepada musuh yang akan menguasai diriku?
itu adalah pilihan yang rasional. Tapi tidak, dia bukanlah laki-laki pendendam. Di dalam dirinya ada kesabaran yang luar biasa sehingga termasuk dalam ulul azmi. Dia juga laki-laki yang penuh kasih & kemurahan. Dia memiliki harapan besar,
“Bahkan aku menginginkan semoga Allah berkenan mengeluarkan dari anak keturunan mereka generasi yang menyembah Allah semata, tidak menyekutukan-Nya, dengan sesuatu pun.“
Begitu jawabanya kepada sang malaikat. Dua bukit abu qabais & ahmar ditolaknya. Tugas kenabian yang melekat pada dirinya telah menjadi poros utama dalam setiap pokok persoalan dirinya. Dia bukan lagi manusia pada umumnya. Yang dapat mengumbar setiap keinginan yang dirasakannya. Tidak, tugas ini begitu berat. Dan itu disadarinya dengan kuat. Ini adalah bagian kecil yang akan dilaluinya sepertihalnya bagian-bagian lain yang begitu berat.
“Aku telah mengalami berbagai penganiayaan dari kaumku. Tetapi penganiayaan terberat yang pernah aku rasakan ialah pada hari ‘Aqabah di mana aku datang dan berdakwah kepada Ibnu Abdi Yalil bin Abdi Kilal, tetapi tersentak dan tersadar ketika sampai di Qarnu’ts-Tsa’alib.
Ia harus menjadi tiang pancang yang kuat, sebagai pengokoh diantara para sahabat & umatnya.Dan kesabaran dakwahnya memungkinkan turunnya cahaya hidayah pada Kabilah Tsaqif. Hingga saatnya nanti, do’a ini menjadi sebuah kenyataan. Menjadi sejarah bagi perjuangan selama 23 tahun. Bukit abu qabais & bukit ahmar ini mengajarkan, tentang kesadaran akan amanah, kesabaran, harapan & ketidaktergesaan dalam menentukan keputusan, bahkan dalam hal tersulitpun. Akhirnya tertolak sudah dua bukit kembar itu & selamatlah kabilah tsaqif.
0 komentar:
Posting Komentar