Kalau saja bumi dan gunung
itu bukan pecinta,
Tentu rumput takkan tumbuh
dalam dada mereka…
Keangkuhan
menjadi hilang begitu jalaludin rumi melantunkan bait syair cinta dalam diwan-I
kabir. Tiba-tiba saja gunung dan bumi yang kokoh sebagai lambang maskulinitas seketika
tampak santun namun berenergi. Penjelasannya adalah cinta. Dari energy cinta
itulah yang menjadi alasan munculnya energy kehidupan di atas tragedy
kemeranaan. Hangusnya hutan, kelamnya langit oleh letusan gunung dan pertumpahan
darah yang dihadirkan kebencian bumi menjadi tak berarti. Karena yang
diciptakan oleh gerak kekuatannya adalah kehidupan. Rumput hijau yang tumbuh
sebagai lambang kehidupan…
Begitulah
adanya tafsir cinta dalam kehidupan kita. Ia menjadi gerak energy yang
menciptakan harapan. Disaat kebencian dan rasa frustasi akibat para culas dan
oportunis dari sifat serakah dan keangkuhannya, maka cinta mengembalikan fitrah
manusia pada empati dan optimis. Ia menjadi gerak laju ikatan kerja manusia
dalam merubah bumi yang telah luluh lantah oleh kejahatan dan alam yang murka.
Banjir, gunung meletus atau tirany yang menyengsarakan hanya menjadi bukti dari
gerak energy cinta itu. Maka dalam serial cinta-nya anis matta menjelaskan
bahwa atas tafsir cintalah penciptaan dan kehidupan ini menjadi satu-satunya penjelas kehendak Sang
Pencipta.
Dalam lanjutan
baitnya rumi bersenandung,
Cinta itu api yang akan
mengubahku menjadi air,
Seandainya aku batu yang
keras…
0 komentar:
Posting Komentar