"...Dia berkata, "Coba ceritakan!" Maka aku menceritakan seluruhnya dan dia tidak sedikitpun mengingkari apa yang kuberitakan, kecuali satu pertanyaan, "Apakah ‘Aisyah ra. memberita-hukan kepadamu siapa nama lelaki yang memapah Rasulullah saw. bersama Abbas?" Kukatakan 'Tidak." Dia berkata, "Sesungguhnya ia adalah Ali."
Rangkaian kalimat diatas adalah penggalan paragraf dialog antara Ubaidullah bin Abdillah dengan ibnu abbas ketika meriwayatkan detik-detik meninggalnya Rasullah yang bersumber dari aisyah r.a. Apa yang dikisahkan dalam buku al biddayah wa nihayyah tersebut sebenarnya cukup panjang. Yaitu saat beberapa hari Rasulullah sakit hingga akhirnya beliau meninggal. Ketika dihari terakhir sakit beliau, sempat Rasulullah hendak keluar rumahnya untuk sholat berjamaah bersama umat muslim dengan dipapah abbas dan ali r.a. Tetapi bagian yang menjadi perhatian dari penuturan ummul mukminin aisyah r.a diatas adalah beliau tidak menyebutkan nama ali dari kisah itu, hingga ibnu abbas memperjelasnya.
Ada apakah gerangan?
Tentu ibunda aisyah tidaklah lupa karena itu peristiwa penting dan juga beliau adalah sosok cerdas dengan ingatan kuat yang banyak meriwayatkan hadits.
Jadi sebenarnya beliau memang dengan sengaja tidak menyebutkan ali dalam riwayat tersebut.waallahu'alam.
Apa yang menjadi point pembahasan dari kisah itu dalam tulisan ini adalah kaitan dengan judul yang saya sematkan diatas "tidak suka, juga manusiawi...". Bagaimana penjelasannya?
Pertama, diawal yang perlu saya sampaikan adalah tidak ada maksud untuk menyudutkan/mencari-cari kekurangan para sahabat radiyallahu'anhum yang telah Allah sebutkan sebagai generasi terbaik. Adapun jika ada kekurangan sebagaimana layaknya manusia pada umumnya, justru menurut saya itu adalah bagian dari keagungan Allah dimana kita bisa mengambil hikmah disana.
Sehingga kita sebagai generasi yang tidak lebih baik keutamaannya disisi Allah, tetap optimis dalam meneladaninya karena masih dalam batas manusia biasa seperti kita. Nah perspektif itu yang hendak saya gunakan untuk mengurai judul "tidak suka juga manusiawi."
Adapun tidak suka adalah nilai rasa yang muncul dari interaksi antara manusia dengan manusia atau objek lainnya. Ia merupakan ungkapan dari emosi yang menjadi ekspresi dan akhirnya mewujud dalam sikap dan laku. Pada batas normal tidak suka menciptakan sebuah jarak. Namun ketika memuncak ia bisa menjadi hijab/pembatas dengan label benci. Tidak ada yang salah disana ketika menempatkannya pada kondisi dan posisi yang tepat. Seperti misalnya ketika kita tidak suka suatu benda atau benci terhadap sebuah kemungkaran. Tetapi proses penempatan itu sendiri seringkali tidaklah mudah bagi seseorang. Karena adanya subyektivitas.
Subyektivitas ini menciptakan bias yang membuat sesuatu yang menjadi kepentingan kita tampak rasional hingga muncul pembenaran atau kadang juga berbentuk keenggangan pengakuan terhadap salah/kekurangan. Sehingga yang di butuhkan adalah adil. Yaitu sifat yang menjadi jembatan untuk mampu menempatkan tidak suka pada porsi dan posisi yang tepat. Dan itulah yang dimiliki oleh sahabat rodiyallahuanhum. Sifat adil dalam memposisikan berbagai hal, oleh karenanya menjadi wajar jika "tidak suka, juga manusiawi".
Oh ya, bagaimana ibunda aisyah r.a memiliki rasa " tidak suka" terhadap ali r.a? Semua berawal dari peristiwa hadistul ifki. Silahkan baca kembali kisah tersebut secara lengkap. Wallahu'alam.
0 komentar:
Posting Komentar